bissmilah

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Selasa, 23 April 2013

MAKALAH IMUNOLOGI PEMBENTUKAN KEKEBALAN TERHADAP INFEKSI FILARIA


                                                

KATA PENGANTAR


 Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. bahwa kami telah menyelesaikan tugas mata kuliah Imunologi dengan membahas Pembentukan Kekebalan Terhadap Infeksi Filaria dalam bentuk makalah.
Makalah ini kami tulis berdasarkan hasil pencarian kami dari beberapa sumber. isi makalah ini mencakup tentang  Definisi Imunologi dan Penyakit Filariasis, Pembentukan Kekebalan Infeksi Primer, Pembentukan Kekebalan Infeksi Sekunder, Aplikasi Imunitas Terhadap Filaria. Makalah ini di harapkan cukup untuk memberikan informasi walaupun tidak secara detail.
Sudah tentu makalah ini masih jauh dari sempurna dan juga masih banyak kekurangannya. Maka saran, petunjuk  pengarahan, dan bimbingan dari berbagai pihak sangat kami harapkan. Penulis harapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.



Palangkaraya, 22 April 2013
Penulis 


Daftar Isi

Kata Pengantar ...........................................................................................             i
Daftar Isi ......................................................................................................             ii
Bab I Pendahuluan .....................................................................................             1
1.1 latar Belakang ...................................................................................             1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................             2
1.3 Tujuan ...............................................................................................             2
1.4 Manfaat ............................................................................................             2
Bab II Pembahasan .....................................................................................             3
2.1 Definisi Imunologi dan Penyakit Filariasis ......................................             3         
2.2 Pembentukan Kekebalan Infeksi Primer ..........................................             6
2.3 Pembentukan Kekebalan Infeksi Sekunder .....................................             7
2.4 Aplikasi Imunisasi Terhadap Filaria .................................................             7
Bab III Penutup ...........................................................................................             8
3.1 Kesimpulan...............................................................................................             8
3.2 Saran.........................................................................................................             8
Daftar Pustaka.............................................................................................             iii






BAB I
PENDAHULUAN

1.1     LATAR BELAKANG
Filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk. Terdapat tiga spesies cacing penyebab Filariasis yaitu: Wuchereria bancrofti; Brugia malayi; Brugia timori. Semua spesies tersebut terdapat di Indonesia, namun lebih dari 70% kasus filariasis di Indonesia disebabkan oleh Brugia malayi. Cacing tersebut hidup di kelenjar dan saluran getah bening sehingga menyebabkan kerusakan pada sistem limfatik yang dapat menimbulkan gejala akut dan kronis. Di Indonesia diperkirakan terdapat lebih dari 23 spesies vektor nyamuk penular filariasis yang terdiri dari genus Anopheles, Aedes, Culex, Mansonia, dan Armigeres. Untuk menimbulkan gejala klinis penyakit filariasis diperlukan beberapa kali gigitan nyamuk terinfeksi filaria dalam waktu yang lama.
Penyakit filariasis bersifat menahun (kronis) dan jarang menimbulkan kematian pada penderitanya. Namun, bila penderita tidak mendapatkan pengobatan, penyakit ini dapat menimbulkan cacat menetap pada bagian yang mengalami pembengkakan (seperti: kaki, lengan dan alat kelamin) baik pada penderita laki-laki maupun perempuan. Di Asia Tenggara, terdapat 11 negara yang endemis terhadap filariasis dan salah satu diantaranya adalah Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara dengan jumlah penduduk terbanyak dan wilayah yang luas namun memiliki masalah filariasis yang kompleks. Di Indonesia, ke tiga jenis cacing filaria (W. Brancrofti, B malayi dan B timori) dapat ditemukan. (WHO, 2009) .
Filariasis menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia sesuai dengan resolusi World Health Assembly (WHA) pada tahun 1997. Program eleminasi filariasis di dunia dimulai berdasarkan deklarasi WHO tahun 2000. di Indonesia program eliminasi filariasis dimulai pada tahun 2002. Untuk mencapai eliminasi, di Indonesia ditetapkan dua pilar yang akan dilaksanakan yaitu: 1).Memutuskan rantai penularan dengan pemberian obat massal pencegahan filariasis (POMP filariasis) di daerah endemis; dan 2).Mencegah dan membatasi kecacatan karena filariasis.

1.2     RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi imunitas dan penyakit filariasis ?
2. Bagaimana pembentukan kekebalan infeksi primer filaria ?
3. Bagaimana pembentukan kekebalan infeksi sekunder filaria ?
4. Bagaimana aplikasi imunisasi terhadap filaria ?

1.3     TUJUAN
1.      Untuk mengetahui definisi imunitas dan penyakit filariasis
2.      Untuk mengetahui proses pembentukan kekebalan infeksi primer filaria
3.      Untuk mengetahui proses pembentukan kekebalan infeksi sekunder filaria
4.      Untuk mengetahui aplikasi imunisasi terhadap filaria

1.4     MANFAAT
1.         Dapat menambah wawasan tentang imunitas dan penyakit  filariasis
2.         Dapat mengetahui bagaimana proses pembentukan kekebalan infeksi primer filaria
3.         Dapat mengetahui bagaimana proses pembentukan kekebalan infeksi sekunder filaria
4.         Dapat mengetahui aplikasi imunisasi terhadap filaria







BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Definisi Imunitas dan Penyakit Filariasis
Imunitas : Daya tahan tubuh untuk melawan penyakit atau melawan infeksi.
Sistem imun : Semua sel dan molekul yang terlibat dalam imunitas tubuh, merupakan suatu kesatuan fungsional.
Respon imun :  Tanggap (respon) terhadap substansi asing yang masuk ke dalam tubuh, secara kolektif disebut.
Filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk. Terdapat tiga spesies cacing penyebab Filariasis yaitu: Wuchereria bancrofti; Brugia malayi; Brugia timori. Semua spesies tersebut terdapat di Indonesia, namun lebih dari 70% kasus filariasis di Indonesia disebabkan oleh Brugia malayi. Cacing tersebut hidup di kelenjar dan saluran getah bening sehingga menyebabkan kerusakan pada sistem limfatik yang dapat menimbulkan gejala akut dan kronis.
Kebanyakan infeksi parasit pada manusia bersifat kronis, karena sistem imun nonspesifik yang lemah dan kemampuan parasit bertahan terhadap imunitas spesifik, serta banyak obat antibiotik yang tidak efektif lagi. Vaksin juga belum berkembang, diperlukan faktor humoral (terutama IgG) yang bersifat protektif dengan mencegah merozoit memasuki sel darah merah.
A.    Imunitas nonspesifik
-      Terhadap protozoa è fagositosis, namun banyak yang resisten terhadap efek bakterisidal makrofag, bahkan dapat hidup di dalam makrofag.
-      Terhadap cacing è fagosit juga menyerang cacing dan melepas bahan mikrobisidal untuk membunuh mikroba yang terlalu besar untuk dimakan. Beberapa cacing mengaktifkan komplemen lewat jalur alternatif, tetapi banyak juga parasit yang memiliki lapisan permukaan tebal sehingga resisten terhadap mekanisme sitosidal neutrofil dan makrofag.



B.     Imunitas spesifik
1.      Respons imun yang berbeda
Berbagai parasit berbeda dalam besar, struktur, sifat biokimiawi, siklus hidup, dan patogenisitasnya è respons imun spesifik berbeda pula. Infeksi cacing biasanya kronik dan kematian sel host akan merugikan parasit sendiri è rangsangan antigen persisten è meningkatkan kadar imunoglobulin dan pembentukan kompleks imun dalam sirkulasi.
2.      Infeksi cacing (dengan Th2)
-      Respons terhadapnya lebih kompleks karena lebih besar dan tidak terfagosit.
-      Pertahanan terhadap cacing diperankan oleh aktivasi sel Th2. Cacing merangsang subset Th2 sel CD4+ yang melepas IL-4 dan IL-5.
-      IL-4 merangsang produksi IgE, kemudian IgE berikatan dengan cacing.
-      IL-5 merangsang perkembangan dan aktivasi eosinofil è eosinofil mengikat IgE yang tadi sudah ada cacingnya.
-      Eosinofil mensekresi granul enzim yang menghancurkan parasit. Granulnya lebih toksik dibanding neutrofil dan makrofag.
-      Reaksi inflamasi yang timbul mencegah menempelnya cacing pada mukosa saluran cerna.
-      Jika masuk ke saluran cerna è dirusak IgG, IgE, dan mungkin dibantu ADCC (antibody dependent cell (mediated) cytotoxicity)
-      Sitokin yang dilepas sel T, yang dipicu antigen spesifik, merangsang proliferasi sel goblet dan sekresi bahan mukus yang menyelubungi cacing yang dirusak è cacing dikeluarkan melalui peningkatan gerakan usus yang diinduksi oleh mediator sel mast seperti LTD 4 dan diare akibat pencegahan absorbsi natrium yang tergantung glukosa oleh histamin dan prostaglandin dari sel mast.
-      Cacing terlalu besar untuk difagosit. Degranulasi sel mast/basofil yang IgE dependen menghasilkan produksi histamin è spasme usus tempat cacing hidup. Eosinofil menempel pada cacing melalui IgG/IgA dan melepas protein kationik, MBP dan neurotoksin. PMN dan makrofag menempel melalui IgA/IgG dan melepas superoksida, oksida nitrit dan enzim yang membunuh cacing.



3.      Filariasis (dengan Th1 dan Th2)
-      Filariasis limfatik (menyumbat saluran limfe) menimbulkan CMI kronis, fibrosis, akhirnya limfedema berat. Investasi persisten sering disertai pembentukan kompleks antigen parasit dengan antibodi spesifik yang dapat diendapkan di dinding pembuluh darah dan gromerulus ginjal è vaskulitis dan nefritis. Penyakit kompeks imun dapat terjadi pada skistosima dan malaria.
-      Spektrum gejala filariasis limfatik begitu luas, mulai dari besar jumlah parasit dengan sedikit gejala klinis sampai yang kronis dengan parasit yang sedikit ditemukan.
-      Mikrofilaria dalam darah è sitokin Th2 menjadi dominan è dengan cepat respons sel T menghilang è peningkatan mencolok dari sintesis IgG4 spesifik parasit.
-      Induksi toleransi sel T terhadap parasit diduga terjadi dalam subset Th1. Saat individu sakit, toleransi dipatahkan dan respons terhadap Th1 dan Th2 meningkat dramatis. Baik respons Th1 maupun Th2 terhadap antigen filaria ditemukan pada individu yang imun terhadap infeksi ulang è kedua respons Th dianggap penting pada proteksi pejamu dan patogenesis filariasis.

4.      Respons Th1 dan Th2 pada infeksi parasit
Infeksi parasit intraselular, gambaran kedua respons tersebut berhubungan dengan prognosis baik atau buruk. Dalam menentukan perjalanan penyakit, peran Th1 dan Th2 pada penyakit parasit lebih kompleks.

C.    Mekanisme parasit menghindar sistem imun

1.      Pengaruh lokasi, tidak terpajan sistem imun, misalnya di intrasel (beberapa protozoa) dan di lumen usus halus (cacing)
2.      Supresi sistem imun pejamu
-      Antigen yang dilepas parasit dalam jumlah besar dapat mengurangi efektivitas respon imun.
-      Anergi sel T ditemukan pada skistosomiasis berat yang mengenai hati dan limpa dan infestasi filaria.
-      Pada filariasis limfatik, infeksi kelenjar getah bening merusak arsitektur kelenjar dan mengakibatkan defisiensi imun.

2.2       Pembentukan Kekebalan Infeksi Primer
Parasit cacing yang menginfeksi manusia meliputi berbagai trematoda (Schistosoma), beberapa cestoda (cacing pita) dan beberapa nematoda (Trichinella spiralis, Ascaris, Filaria, dan Ankilostoma). Berbagai jenis parasit tersebut mempunyai siklus hidup dengan melalui bermacam hewan perantara (vektor). Selain penyebaran geografik yang berbeda-beda, demikian pula penyakit yang di timbulkan dapat jauh berbeda. Semakin besar ukuran parasit yang menyerang, semakin banyak jumlah jenis antigennya yang akan membangkitkan respon imun tubuh. Saat sel limfosit B bertemu dengan antigen dan cocok akan menyebabkan limfosit B membelah secara mitosis dan menghasilkan beberapa sel limfosit B. Semua Limfosit b segera melepaskan antibodi yang mereka punya dan merangsang sel Mast untuk menghancurkan antigen atau sel yang sudah terserang antigen untuk mengeluarkan histamin. 1 sel limfosit B dibiarkan tetap hidup untuk menyimpan antibodi yang sama sebelum penyerang terjadi. Limfosit B yang tersisa ini disebut limfosit B memori. Inilah proses respon imun primer. Antigen yang memiliki dari beberapa parasit bergantung pada tahap siklus hidupnya. Parasit-parasit tersebut sering kali mempunyai siklus yang rumit dan kadang-kadang membutuhkan vektor agar dapat pindah dari satu jenis ke inang yang lain.
            Biasanya antibody efektif terhadap bentuk parasit yang hidup dalam peredaran darah. Produksi IgE meningkat pada kasus infeksi cacing, yang dengan aktifasi degranulasi mastosit ECF-A dapat mendorong pengumpulan sel eosinofil yang berpotensi membunuh cacing dalam jaringan. IgE berperan sangat penting dalam mekanisme pertahanan, khususnya terhadap cacing. Seperti diketahui mastosit yang diselubungi oleh molekul IgE akan terpicu melepaskan berbagai mediator, apabila antigen pasangannya terikat pada Fab-nya. Diantara mediator tersebut terdapat ECF (eosinophil chemotactic factor) yang dilepaskan. Adanya ECF yang dilepaskan, sel-sel eosinofil akan mendekati parasit yang berefek dapat membunuh Schistosomula yang telah diselubungi oleh IgE.



2.3 Pembentukan Kekebalan Infeksi Sekunder
            Dalam kondisi sistem yang tidak akan pernah melenyapkan substansi, berlangsung reaksi sekunder yang merupakan respon spesifik yang mekanismenya lebih canggih. Pada mekanisme tersebut terdapat dua kemungkinan mekanisme efektor, yaitu mekanisme imunitas humoral, spesifek, yang melibatkan limfosit B, dan mekanisme imunitas  seluler spesifik yang melibatkan limfosit T. Dalam mekanisme efektor humoral diproduksi berbagai kelas antibody, yaitu IgG, IgM, IgA, IgE, dan IgD, sedangkan pada mekanisme efektor selular di produksi berbagai jenis sitokin yang akan bekerja pada sasarannya. Pada respon sekunder ini, konfigurasi asing, baik sebagai partikel atau mikroba seharusnya dapat secara sempurna dilenyapkan oleh kedua jenis mekanisme efektor yang bersifat spesifik.
Respon imun sekunder ditandai jika saat antigen yang sama menyerang kembali, Limfosit B dengan cepat menghasilkan lebih banyak sel Limfosit B daripada sebelumnya. Semuanya melepaskan antibodi dan merangsang sel Mast mengeluarkan histamin untuk membunuh antigen tersebut. Kemudian, 1 limfosit B dibiarkan hidup untuk menyimpan antibodi yang ada dari sebelumnya. Hal ini menyebabkan kenapa respon imun sekunder jauh lebih cepat daripada respon imun primer.
            Dipihak lain limfosit T yang menghasilkan limfokin, sangat penting untuk mengaktifkan sel makrofag agar dapat membunuh parasit secara intraseluler. Biasanya sel-sel penghasil limfokin sangat berperan dalam mekanisme pertahanan, namun lebih penting lagi perbandingan dengan populasi lainnya. Tetapi limfosit TCD8+ juga mempunyai peran protektif terhadap infeksi cacing.

2.4 Aplikasi Imunisasi Terhadap Filaria
            Yang bisa dilakukan masyarakat saat ini karena vaksinnya belum ada atau belum ditemukan adalah :
·         Hindari gigitan nyamuk dengan upaya :
o   Ventilasi rumah dipasang kawat kasa nyamuk
o   Tidur memakai kelambu
o   Memakai obat nyamuk bakar/semprot/oles

·         Berantas nyamuk dengan upaya :
o   3M : menimbun, menguras & mengubur tempat perindukan nyamuk.
o   Bersihkan selokan agar air tidak tergenang
o   Bersihkan semak-semak
o   Pembersihan tanaman air dirawa-rawa yang akan menjadi tempat perkembangbiakan.
·         Pengobatannya
Pengobatannya dengan menggunkan obat Diethylcarbamazine Citrate (DEC) dan Albendazole yang terbukti efektif dalam memutus rantai penularan pada daerah yang endemis filariasis.
                        Obat DEC sejak dulu dikenal sebagai obat filariasis terpilih yang dapat membunuh mikrofilaria dan cacing dewas sedangkan Albendazole adalah obat yang baru digunakan untuk eliminasi filariasis. Obat ini biasa digunakan sebagai obat cacing usus dan jaringan.
                        Obat lain yang digunakan adalah obat untuk penaggulangan kejadian ikutan pasca pengobatan filariasis yaitu parasetamol, antasida, deksametasone, injeksi Kortison dll.
                        Mekanisme kerjanya obat DEC terhadap mikrofilaria adalah dengan melumpuhkan otot mikrofilaria, sehingga tidak dapat bertahan ditempat hidupnya, mengubah komposis dinding mikrofilaria menjadi lebih mudah dihancurkan oleh sistem pertahanan tubuh. Sedangkan terhadap makrofilaria (cacing dewasa) adalah menyebabkan matinya cacing dewasa tetapi mekanisme belum jelas, cacing dewasa yang masih hidup dapat dihambat untuk memproduksi mikrofilaria selama sembilan sampai dua belas bulan.



BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Imunitas : Daya tahan tubuh untuk melawan penyakit atau melawan infeksi. Filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk. Terdapat tiga spesies cacing penyebab Filariasis yaitu: Wuchereria bancrofti; Brugia malayi; Brugia timori.
Respons yang bersifat non-spesifik merupakan respon pertama dalam menghadapi konfigurasi, berbentuk proses fagositosis dan peradangan. Apabila sistem berhasil penuh dalam menghadapi konfigurasi tersebut tanpa adanya sisa-sisa yang ditinggalkan maka respons selanjutnya akan disudahi. Tetapi kadang-kadang beberapa supstansi tidak secara sempurna dilenyapkan, melainkan masih menetap dalam jaringan tubuh.
Respon imun sekunder ditandai jika saat antigen yang sama menyerang kembali, Limfosit B dengan cepat menghasilkan lebih banyak sel Limfosit B daripada sebelumnya. Semuanya melepaskan antibodi dan merangsang sel Mast mengeluarkan histamin untuk membunuh antigen tersebut. Kemudian, 1 limfosit B dibiarkan hidup untuk menyimpan antibodi yang ada dari sebelumnya. Hal ini menyebabkan kenapa respon imun sekunder jauh lebih cepat daripada respon imun primer.
Sampai saat ini vaksin untuk filariais belum ada atau belum ditemukan hanya dapat dilakukan dengan upaya pengobatan.
III.2 Saran
1.      Diharapkan segera diadakan Vaksin untuk filariasis.
2.      Pada tim pengajar diharapkan dapat menjelaskan terlebih dahulu tentang infeksi primer maupun sekunder agar mahasiswa tidak kesulitan dalam mencari referensi.




DAFTAR PUSTAKA
Sobowo.2010.Imunologi Klinik. Bandung : Penerbit Sagung Seto
Kresno, Siti B.2003.Imunologi : Diagnosis Dan Prosedur Laboratorium. Jakarta : Penerbit FKUI
Purwantyastuti, Ridad Agoes et al.2007.Pedoman Penatalaksanaan Reaksi Samping Pengobatan Filariasis. Jakarta : Depkes RI

Amalyha.2012. MAKALAH FILARIASIS http://indah-undefined.blogspot.com/2012/12/makalah-filariasis.html Kamis, 13 Desember 2012

lontar.ui.ac.id/file?file=digital/122788-S09047fk...pdf
fkunand2010.files.wordpress.com/2011/.../imunoparasit-fk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar